Perang 10 November di Surabaya menjadi sebbuah perang pembubktian kekuatan Indonesia di dunia Internasional pasca memproklamirkan kemerdekannya. Perang antara rakyat Jawa Timur menghadapi Inggris ini tak hanya bberkecambuk di Surabaya, tetapi juga di wilayah sekitarnya dengan peranan yang berbeda-beda.

Gresik (saat itu disebut sebagai Kabupaten Surabaya), salah satu wilayah terluar dari batas kota Surabaya tentu menjadi daerah paling sibuk untuk mengakomodasi peperangan. Berbagai relawan dan pasukan didatangkan menuju Surabaya. Seluruh tentara bekas didikan Jepang bergabung menjadi tentara reguler dan lasykar rakyat. Bahkan, daerah laut Gresik menjadi zona pertempuran awal untuk menghadang laju pasukan dan logistik musuh.

Ketika Surabaya tak lagi dapat dipertahankan, maka wilayah-wilayah perbatasan Surabaya menjadi wilayah pertumpuran. Bukit Lengis yang menjadi pembatas kota Gresik-Surabaya menjadi sebubah medan untuk beradu strategi dan cara untuk saling menyerang. Muncullah tokoh-tokoh heroik Gresik seperti Soenarijadi, Doelasjim, Darmosoegondo, dan Drajot. Mereka menjadi otak pertahanan Gresik dari gempuran musuh. Total ada 5 barisan pasukan dari tentara reguler dan laskar rakyat yang bahu membahu mempertahankan wilayah Gresik. Pertempuran strategi melawan tentara Inggris yang berpengalaman namun buta medan harus menghadapi keberanian pasukan Gresik yang minim pengalaman namun menguasai medan. Bahkan, tercatat Gresik pernah berhasil pernah berhasil ditaklukkan sebelum akhirnya direbut kembali.

Keadaan perang di Gresik itu juga mengubah tatanan kehidupan masyarakatnya, perekonomian maupun barang pokok menjadi sangat sulit didapat. Sehingga, Gresik mengalami krisis selama periode perang sampai tahun 1947.